Sabtu, 30 April 2011

Pembahasan Hukum Dagang

Perdagangan atau perniagaan pada umumnya ialah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan. Dalam zaman modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan. Jenis-jenis perdagangan dibagi menjadi tiga, yaitu :
Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang
 Perdagangan mengumpulkan (produsen – tengkulak – pedagang besar – eksportir)
 Perdagangan menyebutkan (importir – pedagang besar – pedagang menengah – konsumen)
Menurut jenis barang yang diperdagangkan
 Perdagangan barang yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia. Contoh: (hasil pertanian, pertambangan, pabrik)
 Perdagangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rohani manuia. Contoh (kesenian, musik)
 Perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek)
Menurut daerah, tempat perdagangan itu dilakukan
 Perdagangan dalam negeri
 Perdagangan internasional perdagangan ekspor, perdagangan impor
 Perdagangan meneruskan (perdagangan transito)
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan .
Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 yakni : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Menurut Soesilo Prajogo yang dimaksud Hukum Dagang adalah “Pada hakekatnya sama dengan hukum perdata hanya saja dalam hukum dagang yang menjadi objek adalah perusahaan dengan latar belakang dagang pada umumnya termask wesel, cek, pengangkutan, asuransi dan kepalitan
Kewajiban Daftar Perusahaan
Setiap perusahaan yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan, termasuk di dalamnya :
• Kantor Cabang,
• Kantor Pembantu,
• Anak Perusahaan,
• Agen,
• Perwakilan Perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian
Perusahaan yang terkena kewajiban pendaftaran berbentuk usaha :
• Perseroan Terbatas (PT);
• Koperasi;
• Persekutuan Komanditer (CV);
• Firma (Fa);
• Perorangan;
• Bentuk Perusahaan Lain
Pengertian dan Pengaturan Wajib Daftar Perusahaan
a. Pengertian Wajib Daftar Perusahaan
Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut aturan atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan. Daftar catatan resmi ini terdiri dari formulir-formulir yang memuat catatan lengkap mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan.
b. Pengaturan Wajib Daftar Perusahaan
Menurut H M N. Purwosutjipto, SH, dalam bukunya ”Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia”, selama ini Indonesia belum pernah memiliki suatu undang-undang yang mengatur tentang ”Daftar Perusahaan ”sebagai suatu sumber informasi resmi mengenai identitas , status, solvabilitas, bonafiditas, dan lain-lain faktor penting suatu perusahaan tertentu. Informasi semacam ini adalah sangat penting bagi setiap perusahaan yang mengadakan suatu transaksi dengan perusahaan lain, agar tidak terperosok dalam perangkap perusahaan yang kurang bonafide dan termasuk dalam jurang kerugian yang tidak mudah diperbaiki. Akhirnya timbullah undang-undang yang sangat diharap-harapkan itu, yaitu ”Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan” (LN 1982-7, TLN No. 3214). Undang-undang ini diikuti dengan peraturan pelaksanaannya, yaitu:
• Instruksi Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 05/INS/M/82, tentang ”Persiapan Pelaksanaan Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan”,
• Keputusan Menteri Perdagangan No. 285/Kp/II/85 tentang ”Pejabat Penyelenggara Wajib Daftar Perusahaan”,
• Keputusan Menteri Perdagangan No. 286/Kp/II/85 tentang ”Penetapan Tarif Biaya Administrasi Wajib Daftar Perusahaan”,
• Keputusan Menteri Perdagangan No. 288/Kp/II/85 tentang ”Hal-hal Yang Wajib Didaftarkan Khusus Bagi Perseroan Terbatas Yang menjual Sahamnya Dengan Perantaraan Pasar Modal”
SUMBER-SUMBER HUKUM DAGANG INDONESIA
1. Pengaturan Hukum di Dalam Kodifikasi
2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Ketentuan KUHPerdata yang secara nyata menjadi sumber hukum dagang adalah Buku III tentang perikatan. Hal itu dapat dimengerti, karena sebagaimana dikatakan H.M.N Purwosutjipto bahwa hukum dagang adalah hukum yang timbul dalam lingkup perusahaan. Selain Buku III tersebut, beberapa bagian dari Buku II KUHPerdata tentang Benda juga merupakan sumber hukum dagang, misalnya Titel XXI mengenai Hipotik.
1. Pengaturan di Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
KUHD yang mulai berlaku di Indoneia pada 1 Mei 1848 terbagi atas dua kitab dan 23 bab. Di dalam KUHD jelas tercantum bahwa implementasi dan pengkhususan dari cabang-cabang hukum dagang bersumber pada Kitab Undang-undang Hukum Dagang Isi pokok daripada KUHD Indonesia adalah:
1. Kitab pertama berjudul Tentang Dagang Umumnya, yang memuat 10 bab.
2. Kitab kedua berjudul Tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang Terbit dari Pelayaran, terdiri dari 13 bab.
3. Pengaturan di Luar Kodifikasi
Sumber-sumber hukum dagang yang terdapat di luar kodifikasi diantaranya adalah sebagai berikut;
- UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan terbatas
- UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
- UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
1. Hukum Kebiasaan
Hukum kebiasaan adalah kebiasaan yang sering dilakukan oleh subyek hukum dan sudah menjadi opini umum dan menimbulkan sanksi apabila tidak dilakukan kebiasaan tersebut.
HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
Dalam ilmu hukum, kekayaan milik intelektual dimasukkan dalam golongan hukum harta kekayaan khususnya hukum benda (zakenrecht) yang mempunyai obyek benda intelektual, yaitu benda yang tidak berwujud. Istilah Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) merupakan padanan dari istilah intellectual property sebagaimana yang dikemukakan oleh Thomas W. Dunfee dan Frank F. Gibson yang berarti suatu manifestasi fisik suatu gagasan praktis kreatif atau artistik serta cara tertentu dan mendapatkan perlindungan hukum.
World Intelellectual Property Organization (WIPO) merumuskan intelectual property sebagai organisasi Internasional yang mengurus perlindungan terhadap hasil karya manusia baik hasil karya yang berupa aktivitas dalam ilmu pengetahuan, industri, kesusteraan dan seni. Ruang lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual seperti dirumuskan oleh WIPO mempunyai pengertian luas yang mencakup, antara lain:
- karya kesustraan - pertunjukan oleh para artis
- Ilmu Pengetahuan (scientific) - Penyiaran audi visual
- Artistik - Penemuan ilmiah
Perlu ditegaskan dalam hak kekayaan atas intelektual yang dilindungi bukanlah idea tau gagasannya, tetapi kreasi yang dihasilkan dari ide atau gagasan tersebut.
Klasifikasi Hak atas Kekayaan Intelektual;
Menurut World Intelellectual Property Organization WIPO, HAKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) biasanya dibagi menjadi dua bagian, yaitu;
1. 1. Hak Cipta (Copyrights)
Menurut Pasal 1 Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta merupakan hak khusus, karena hanya diberikan kepada pencipta atau pemegang hak tersebut. Orang lain dilarang menggunakan hak tersebut, kecuali mendapatkan izin dari pencipta atau orang yang mempunyai hak cipta.
Dalam Pasal 12 UU Hak Cipta, Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
1. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
2. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
3. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
4. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
5. drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
6. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
7. arsitektur;
8. peta;
9. seni batik;
10. fotografi;
11. sinematografi;
12. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Semua hasil karya tulisan, drama atau drama musikal, segala bentuk seni rupa, seni batik, lagu atau musik, arsitektur, kuliah, alat peraga, peta, terjemahan. Hak Cipta tersebut akan berlaku selama penciptanya masih hidup dan 50 tahun setelah penciptanya meninggal dunia. Sedangkan Program Komputer, sinematografi, fotografi, database, dan karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
1. 2. Hak atas Kekayaan Industri
Khusus menyangkut Hak atas Kekayaan Industri, menurut pasal 1 Konvensi Paris mengenai Perlindungan Hak atas Kekayaan Industri tahun 1883 yang telah irevisi dan diamandemen pada tanggal 2 Oktober 1979 yang biasa disebut dengan Konvensi Paris, perlindungan hukum kekayaan industry meliputi:
1. a. Paten (Patens)
Hak Paten adalah Hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
1. b. Hak Merek
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Untuk mendaptkan hak atas merek harus mendaftarkan mereknya pada Direktorat Jenderal HAKI Departemen Kehakiman. Proteksi terhadap merek yang telah didaftarkan tidak dibatasi masa berlakunya.
1. c. Indikasi Geografi dan indikasi asal à penyebutan nama wilayah geografis dari negara, daerah atau
tempat untuk menunjukan asal suatu produk berdasarkan kualitas dan sifat khusus lingkungan gografis, termasuk factor alam dan manusianya. Contoh: anggur Bordeux, Batik tulis Solo, Sutera Thailand.
1. d. Hak Desain Industri (Industrial Designs) à suatu kreai tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi
garis atau warna yang berbentuk tiga dimensi yang mengandung nilai estetika dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk barang industry dan kerajinan tangan.
SANKSI ATAS PELANGGARAN HAKI
Pada bab ini tentang sanksi yang diberikan terhadap pelaku atas pelanggaran HaKI, yang akan saya jelaskan hanyalah sanksi atas pelanggaran hak cipta dan sanksi atas pelanggaran hak merk saja.
Sanksi pidana terhadap pelanggaran hak cipta:
Menurut Pasal 72 ayat (2) dan ayat (3) UU Hak Cipta Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait tanpa mendapatkan izin dari pemilik hak cipta dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Sanksi pidana terhadap pelanggaran hak Merek:
Sesuai dengan Pasal 90 UU Merk Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
DAFTAR PUSTAKA
1. Drs. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989.
2. Periksa: Ridwan Khairandy dkk, S.H., M.H., Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Yogyakarta: Gama Media, 1999.
3. Undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten
4. Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
5. Undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang Merek

Syarat Sah Perjanjian Menurut Sistem Hukum Indonesia dan Keabsahan Perjanjian BOT

Syarat Sah Perjanjian Menurut Sistem Hukum Indonesia dan Keabsahan Perjanjian BOT antara Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Provinsi Sumatera Utara dengan PT. Golden Gate Perdana
Dalam Pasal 1320 KUHPerdata Indonesia dikatakan bahwa ada empat hal yang menjadi syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu :

a. Kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri
Jika ketentuan yang diatur dalam Pasal 1321 hingga Pasal 1328 KUHPerdata Indonesia dibaca dan diperhatikan dengan seksama, maka tidak akan ditemui pengertian, definisi atau makna dari kesepakatan bebas. Menurut ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata Indonesia tersebut, secara a contrario, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya kesepakatan bebas dianggap terjadi pada saat perjanjian dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan bahwa kesepakatan tersebut terjadi karena kekhilafan, paksaan, maupun penipuan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1321 KUHPerdata Indonesia.
KUHPerdata Indonesia Pasal 1321 menyebutkan 3 (tiga) alasan untuk pembatalan perjanjian berdasarkan tidak adanya kesepakatan, yaitu :
1. Kekhilafan/ kesesatan (dwaling), jo Pasal 1322 KUHPerdata Indonesia
2. Paksaan (dwang), jo Pasal 1323, 1324, 1325, 1326 dan 1327 KUHPerdata Indonesia
3. Penipuan (bedrog), jo Pasal 1328 KUHPerdata Indonesia
Menurut Mariam Darus, pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antara pihak yang menawarkan dan pihak yang mengakseptasi penawaran. Selanjutnya dikatakan Subekti bahwa apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu mengenai hal – hal yang pokok dari perjanjian harus juga dikehendaki oleh pihak yang lain, dengan kata lain mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Sehubungan dengan momentum terjadinya kesepakatan dalam kerangka pemahaman civil law system ada beberapa ajaran yang terkenal, yaitu :
a. Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.
b. Teori pengiriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.
c. Teori pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.
d. Teori kepercayaan (vertrowenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.
Dari KUHPerdata Indonesia dan beberapa argument yang diajukan sarjana hukum Indonesia tersebut terlihat bahwa kesepakatan hanya dilihat dari kulit keranjangnya saja, tetapi apa materi apa yang terkandung di dalam kesepakatan tidak dijumpai dalam KUHPerdata Indonesia dari argumen – argumen tersebut. Sebagai perbandingan terdekat perkembangan baru mengenai kesepakatan dapat dilihat dalam ketentuan baru KUHPerdata Belanda atau yang dikenal dengan NBW. Dalam Pasal 6 : 217 NBW telah diidentifikasi unsur – unsur dari kesepakatan, yang mana pasal tersebut menyatakan bahwa “suatu perjanjian lahir karena suatu penawaran dan penerimaan”. Selanjutnya dijelaskan bahwa makna penawaran dalam pasal tersebut adalah pernyataan kehendak dalam mana terkandung usul untuk mengadakan suatu perjanjian, usul ini harus memuat kewajiban – kewajiban terpenting yang timbul dari perjanjian, dan kemudian penerimaan terhadap usul tersebut akan “melahirkan” perjanjian. Selanjutnya dalam Pasal 6 : 219 NBW dijabarkan keadaan yang menyebabkan penawaran akan kehilangan kekuatannya, yaitu : (1) dalam hal penawaran ditolak pada saat penawaran diajukan, (2) dalam hal berlakunya suatu jangka waktu tertentu, dan (3) dalam hal si penawar menarik kembali penawarannya.

Isu bisnis sekarang yang perlu diperhatikan adalah mengenai merger, konsolidasi ataupun akuisisi. Di mana keadaan – keadaan tersebut menyebabkan berubahnya person dan kedudukan pihak yang terikat dalam perjanjian di kemudian hari. Dalam hal terjadi kesalahan dalam perumusan pihak yang terikat dalam perjanjian (khususnya dalam hal pihak yang terikat berbentuk Perseroan Terbatas), maka fatal akibatnya karena perjanjian bisa dianggap tidak pernah ada sama sekali dengan dalih tidak ada kesepakatan disebabkan oleh pihak terikat telah di merger, akuisisi ataupun konsolidasi tersebut, sehingga perjanjian menjadi error in persona.
b. Kecakapan para pihak untuk membuat satu perikatan
Di dalam Pasal 1329 KUHPerdata Indonesia, dinyatakan bahwa :
“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan – perikatan jika oleh undang – undang tidak dinyatakan tak cakap.”
Selanjutnya dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebutkan kualifikasi orang yang termasuk dalam kategori tidak cakap menurut hukum, yaitu :
1. Orang – orang yang belum dewasa;
Kriteria dari orang – orang yang belum dewasa ini sendiri tergantung dari Undang – Undang memaksa yang mengatur untuk setiap karakteristik perjanjian tertentu. Secara umum dapat digunakan satu asas hukum, yaitu undang – undang yang baru dapat menafikan undang – undang yang lama. Adapun undang – undang terbaru yang mengatur masalah usia adalah Undang – Undang tentang Jabatan Notaris, di mana di sana ditetapkan usia minimal untuk melakukan perbuatan hukum adalah berusia minimal 18 tahun.
2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
Menurut Pasal 433 KUHPerdata Indonesia, orang – orang yang diletakkan di bawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap dan boros. Dalam hal ini pembentuk undang – undang memandang bahwa yang bersangkutan tidak mampu menyadari tanggung jawabnya dan karena itu tidak cakap bertindak untuk mengadakan perjanjian.
Apabila seorang yang belum dewasa dan mereka yang diletakkan di bawah pengampuan itu mengadakan perjanjian, maka yang mewakilinya masing – masing adalah orang tuanya atau pengampunya.
Mengenai penentuan cakap atau tidaknya para pihak yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian, maka arus dilihat berdasarkan peraturan perundang – undangan yang menaunginya.
Dewasa ini pernyataan kecakakapan harus disertai dengan pernyataan itikad baik. Pernyataan itikad baik yang dimaksud adalah dengan tegas menyebut dasar bertindak para pihak berdasarkan kualifikasi sahnya menjadi para pihak berdasarkan peraturan perundang – undangan di dalam perjanjian. Misalnya untuk perseroan terbatas, maka perseroan terbatas dalam penyebutan para pihak harus secara jelas dan tegas menyebutkan mengenai tanggal pengesahannya menjadi PT menurut hukum Indonesia, nomor pendaftarannya beserta notaris yang menjadi medianya.
3. Orang – orang perempuan, dalam hal – hal yang ditetapkan oleh undang – undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang – undang telah melarang membuat persetujuan – persetujuan.
Mengenai hal ini tidak lagi masuk dalam kualifikasi orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Di mana sejak tahun 1963 dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di selutuh Indonesia, kedudukan wanita yang telah bersuami itu diangkat ke derajat yang sama dengan pria. Dengan demikian untuk mengadakan perbuatan hukum dan menghadap di depan pengadilan ia tidak memerlukan bantuan suaminya lagi.
c. Adanya suatu hal tertentu
KUHPerdata Indonesia menentukan kualifikasi benda yang tidak dapat dijadikan objek perjanjian. Benda – benda itu adalah benda – benda yang dipergunakan untuk kepentingan umum. Objek suatu perjanjian sekurang – kurangnya harus dapat ditentukan.
“Benda – benda itu dapat berupa yang sekarang ada dan nanti aka nada di kemudian hari” (Pasal 1332 s/d 1335 KUHPerdata Indonesia)
d. Adanya suatu sebab yang halal.
“untuk sahnya suatu perjanjian, KUHPerdata Indonesia mensyaratkan adanya suatu sebab. KUHPerdata Indonesia tidak memberikan definisi mengenai apa yang dimaksud dengan sebab. Yang dimaksud dengan sebab bukan hubungan sebab – akibat, tetapi issi atau maksud dari perjanjian. Melalui syarat iini, di dalam praktik maka hakim dapat mengawasi perjanjian tersebut. Hakim dapat menilai apakah isi perjanjian tidak bertentangan dengan undang – undang (yang bersifat memaksa), ketertiban umum dan kesusilaan” (Pasal 1335 s/d 1337 KUHPerdata Indonesia).
Demikianlah syarat sah untuk berlakunya perjanjian menurut KUHPerdata Indonesia, maka jika dikaitkan dengan perjanjian BOT antara Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Provinsi Sumatera Utara dengan PT. Golden Gate Perdana, maka :
a. Kesepakatan
Adanya kesepakatan dari para pihak dapat dilihat dari buyi recital perjanjian sebagai berikut :
“Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. 43 Tahun 2000 tanggal 3 Nopember 2000 tentang Pedoman Kerja Sama Antara Perusahaan Daerah Dengan Pihak Ketiga, Peraturan Daerah (Perda) Tingkat I Sumatera Utara No. 26 Tahun 1985 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, dan Surat Gubernur Sumatera Utara No. 539/0580/EK/I.2/2003 tanggal 30 Januari 2003 perihal Hasil Penawaran Kerja Sama Aset Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Propinsi Sumatera Utara, Surat Gubernur Sumatera Utara No. 539/1109/EK/I/2003 tanggal 17 Pebruari 2003 perihal Persetujuan Prinsip Kerja Sama Build Operate and Transfer (BOT), Surat Gubernur Sumatera Utara No. 539/3559/EK/I/2003 tanggal 23 Mei 2003 perihal Perpanjangan Persetujuan Prinsip dan Surat Gubernur Sumatera Utara No. 539/10924/EK/I/2003 tanggal 9 Desember 2003 tentang Perpanjangan Masa Berlaku Persetujuan Prinsip Kerja Sama, maka PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat mengikat Perjanjian Kerja Sama Dalam Bentuk Build Operate and Transfer (BOT) – selanjutnya dalam perjanjian ini disebut “Perjanjian Kerja Sama BOT” – Pembangunan Gedung Maksimum Berlantai 5 (lima) Pada Ex. Pabrik Es Sub Unit Sari Petojo Tebing Tinggi beserta bangunan turutannya untuk digunakan sebagai Gedung Perkantoran, Pertokoan dan Swalayan.
Sehubungan dengan Surat Presiden Direktur PT. Petisah Putra No. 001/PP/I/2005 tanggal 26 Januari 2005, perihal Permohonan Pengalihan Seluruh Hak, Kewajiban dan Tanggung Jawab PT. Petisah Putra Atas Perjanjian Kerja Sama BOT Aset Pabrik Es Sub Unit Sari Petojo Tebing Tinggi antara Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Provinsi Sumatera Utara dengan PT. Petisah Putra No. 011/AIJ/I/2004 tanggal 20 Januari 2004, Akte Notaris No. 6 oleh Notaris Halim AK, SH.
Berdasarkan kesimpulan Rapat Badan Pengawas Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Provinsi Sumatera Utara tanggal 4 Pebruari 2005 serta ketentuan-ketentuan yang digariskan telah diterbitkan Surat Gubernur Sumatera Utara No. 539/778/EK/I/2005 tanggal 8 Maret 2005 Perihal Persetujuan Prinsip Pengalihan Hak dan Kewajiban Pengelolaan Kerja Sama BOT Aset Pabrik Es Sub Unit Sari Petojo Tebing Tinggi dari PT. Petisah Putra kepada PT. Golden Gate Perdana, dan berdasarkan Akte Kesepakatan Saudara Ngarijan Salim mewakili Direksi PT. Petisah Putra dan Saudara Marihot Nainggolan mewakili Direksi PT. Golden Gate Perdana tanggal 4 Mei 2005 No. 8 diperbuat oleh Diana Nainggolan, SH Notaris di Medan serta Akte Legalisasi Pernyataan No. 1297/LEG/2005 tanggal 4 Mei 2005, No. 1298/LEG/2005 tanggal 4 Mei 2005, No. 1299/LEG/2005 tanggal 4 Mei 2005 dan No. 1300/LEG/2005 tanggal 4 Mei 2005 yang diperbuat oleh Diana Nainggolan, SH Notaris di Medan.”

b. Kecakapan
Sebagaimana diketahui para pihak adalah berbentuk perusahaan. Dengan demikian penentuan orang yang cakap untuk mewakili kedua pihak harus merujuk kepada peraturan perundang – undangan yang mengaturnya. Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut :
Berdasarkan ketentuan tersebut maka orang yang cakap menurut hukum untuk mewakili Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Provinsi Sumatera Utara adalah pimpinan dari badan hukum public tersebut, sedangkan yang cakap untuk mewakili PT. Golden Gate Perdana menurut hukum adalah pengurusnya (direksinya).
Dalam perjanjian Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Provinsi Sumatera Utara dengan PT. Golden Gate Perdana komposisi pihak yang mewakili termuat dalam penyebutan para pihak sebagai berikut :

“Pada hari ini Rabu, tanggal empat bulan Mei tahun dua ribu lima, kami yang bertanda tangan di bawah ini :
1. Drs. M. SITANGGANG :
Alamat Jalan Putri Merak Jingga No. 3 Medan, dalam hal ini bertindak dalam jabatannya selaku Direktur Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa yang diangkat berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 539/2765/K/XI/1999, tanggal 3 Oktober 1999, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Provinsi Sumatera Utara, yang didirikan berdasarkan Peraturan Daerah No. 26 Tahun 1985, dalam melakukan tindakan hukum ini telah mendapat persetujuan dari Gubernur Sumatera Utara selaku Ketua Badan Pengawas dengan Surat No. 539/778/EK/I/2005 tanggal 8 Maret 2005, selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
2. MARIHOT NAINGGOLAN :
Alamat Jalan Pukat Banting No. 36 Kelurahan Banten, Kecamatan Medan Tembung Kota Medan, dalam hal ini bertindak dalam jabatannya selaku Direktur PT. Golden Gate Perdana berkedudukan di Medan yang didirikan berdasarkan Akta No. 6 tanggal 25 Juni 2003 diperbuat di hadapan Halim Alrasyid Kanggara, SH Notaris di Medan, di mana Akta Pendirian Perseroan ini telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C-20650.HT.01.01.TH.2003 tanggal 2 September 2003, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama PT. Golden Gate Perdana, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.”

Dari pernyataan para pihak tersebut, maka jelas terlihat bahwa syarat kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum mengikatkan diri dalam perjanjian adalah terpenuhi oleh kedua belah pihak. Dan demikian pula dengan persyaratan itikad baik objektif juga terpenuhi oleh para pihak dalam perjanjian.
c. Suatu hal tertentu yang tertentu nilainya
Pernyataan para pihak mengenai objek perjanjian dapat terlihat dari apa yang diatur para pihak dalam Pasal 3 angka (3) perjanjian yang berbunyi sebagai berikut :
“PIHAK KEDUA membangun Gedung baru maksimum berlantai 5 (lima) di atas tanah Ex. Gedung Pabrik Es Sub Unit Sari Petojo Tebing Tinggi Jalan Thamrin No. 48 Tebing Tinggi sebagaimana dimaksud Pasal 1 Perjanjian Kerja Sama ini, dengan nilai investasi sebesar Rp 13.000.000.000,- (tiga belas milyar rupiah) untuk digunakan menjadi Gedung Perkantoran, Pertokoan dan Swalayan.”




d. Suatu sebab yang halal
Pemaknaan sebab yang halal adalah bahwa materi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang – undang yang bersifat memaksa, ketertiban umum dan kesusilaan. Di mana perjanjian BOT yang dibuat antara Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Provinsi Sumatera Utara dengan PT. Golden Gate Perdana adalah sesuai dengan Undang – Undang Otonomi Daerah yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan kreasi sendiri untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya demi menunjang pembangunan kesejahteraan daerah. Kemudian Undang – Undang PMA memberikan izin kepada pemerintah daerah untuk mengelola investasi di daerahnya. Di samping itu berdasarkan bentuk kerjasama dalam peraturan menteri dalam negeri di tahun 2005 menyebutkan bahwa Kerjasama yang dibolehkan antara pemerintah daerah dengan pihak swasta dapat berupa :
a. Kontrak pelayanan (Service Contract) yang dicirikan dengan tidak ada investasi, terbatas pada operasional dan manajemen, keuntungan kecil, efisiensi terbatas dan cocok dilakukan pada masa krisis.
b. Kontrak pengelolaan (Management Contract), yang dicirikan dengan tidak ada investasi, adanya pengelolaan perusahaan, keuntungan kecil, efisiensi terbatas dan cocok dilakukan pada masa krisis.
c. Kontrak sewa (Lease Contract) yang dicirikan dengan tidak ada investasi, terbatas pada peralatan, keuntungan kecil, efisiensi terbatas dan cocok dilakukan pada masa krisis. 4) Bangun-kelola-alih milik (Built, Operate and Transfer)/Bangun-kelola-miliki-alih milik (Built, Operate, Own and Transfer) yang dicirikan dengan adanya investasi swasta, pembangunan sarana, biaya rendah kualitas tinggi, menguntungkan, efisiensi tinggi, cocok dilakukan pada kondisi ekonomi yang baik.
d. Konsesi (Concession) yang dicirikan dengan adanya investasi swasta, pengelolaan dan keuangan secara bersama, menguntungkan, efisiensi tinggi, cocok dilakukan pada kondisi ekonomi yang baik.
Dengan demikian pembuatan perjanjian BOT antara Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Provinsi Sumatera Utara dengan PT. Golden Gate Perdana adalah tidak bertentangan dengan hukum memaksa.
Namun dewasa ini di dalam perkembangan ilmu hukum yang berkaitan dengan perjanjian di dunia meletakkan ketentuan perjanjian, seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata Indonesia tentang syarat sah perjanjian hanya merupakan syarat lahirnya perjanjian, dan pemenuhan terhadapnya tidak secara otomatis menyebabkan suatu perjanjian sah di mata hukum. Hal itu terjadi berkaitan dengan perkembangan hubungan antara hukum privat dan hukum publik sejalan dengan berkembangnya doktrin negara kesejahteraan (welfare state). Di mana pengaturan isi perjanjian tidak semata – mata diberikan kepada para pihak, akan tetapi perlu diawasi oleh pemerintah. Dalam konsep “welfare state” pemerintah bertindak sebagai pengemban kepentingan umum yang menjaga keseimbangan individu dan masyarakat. Di mana dalam hal perkembangan tersebut selain syarat yang dikemukakan dalam KUHPerdata Indonesia tersebut, dewasa ini bukan hanya di Indonesia, tetapi juga secara universal berkembang doktrin “Illegallity contract”, berdasarkan doktrin tersebut perjanjian yang telah memenuhi syarat dasar diuji lagi kesesuaiannya dengan undang – undang yang berlaku umum (statutes) dan kabijakan public (public policy). Adapun yang dimaksud dengan “public policy” menurut David Easton adalah “the authoritative allocation of values for the whole society”, sementara pelaku dari pengalokasian nilai tersebut adalah pemerintah, sebagaimana dikemukakan Dye bahwa public policy adalah “whatever government choose to do or not to do”. Dengan demikian suatu perjanjian dewasa ini harus diuji kesesuainnya dengan nilai – nilai yang berkaitan dengan kepentingan umum (values for the whole society).
Sebagaimana yang terjadi di negara – negara penganut common law, sebagai contoh dapat digambarkan oleh Cheeseman bagaimana perubahan cara pandang demikian seperti yang terjadi di United States of America, di mana hukum perjanjian Amerika bersumber dari common law Inggris. Penggunaan perjanjian pada mulanya dikembangkan pada masa yang lampau. Hukum perjanjian “common law” (the common law of contract) berkembang di Inggris sekitar abad ke – 15. Dan hukum perjanjian Amerika adalah bersumber dari English Common Law. Pada awalnya United States mengadopsi doktrin “laissez – faire” sebagai suatu pendekatan ke arah hukum perjanjian (the law of contracts). Doktrin tersebut berkembang di Inggris sekitar abad ke – 19 melalui yurisprudensi. Di mana inti utama dari teori tersebut adalah kebebasan berperjanjian (freedom of contract). Teori tersebut didasari oleh asumsi bahwa para pihak dalam perjanjian dalam kedudukan yang “seimbang”, di mana para pihak (seperti konsumen, pengusaha kecil, petani dan pedagang) dianggap secara umum bertransaksi secara face to face, dan masing – masing memiliki pengetahuan dan posisi tawar yang sama (equal), sama – sama memliki kesempatan untuk memeriksa barang (good) yang ditransaksikan sebelum perjanjian dilaksanakan. Pasal – pasal dalam perjanjian dianggap merupakan hasil dari negosiasi para pihak dalam perjanjian. Dan oleh karena itu sangat sedikit peraturan pemerintah yang membatasi hak dalam perjanjian (right to contract) tersebut, di mana hukum hanya diperbolehkan untuk campur tangan (interfered) dalam spesifikasi dasar keadilan (fairly specific grounds), seperti misinterpretation dan undue influence.] Teori murni (classical law of contracts) menganggap pasal – pasal dalam perjanjian sebagai peraturan – peraturan objectif (objective rules) yang pada gilirannya dianggap menghasilkan kepastian (certainty) dan prediktabilitas dalam hal pelaksanaan perjanjian (enforcement of contracts). Teori ini terus dianut sampai terjadinya revolusi industri di Amerika. Revolusi industri telah mengubah banyak pandangan yang mendasari teori perjanjian murni (pure contract law). Sebagai contoh sejak revolusi industri perusahaan – perusahaan besar berkembang dan pada gilirannya menguasai sumber – sumber penghasilan yang penting, dengan demikian telah terjadi pergeseran pandangan masyarakat terhadap keseimbangan tradisional dari para pihak (traditional balance of parties) dalam hal posisi tawar (bargaining power), perusahaan – perusahaan besar memiliki posisi tawar yang lebih kuat. Mata rantai distribusi barang (the chain of distribution goods) juga turut berubah sejak (1) pembeli (buyers) tidak lagi bertransaksi secara face to face dengan penjual (sellers), dan (2) tidak selalu ada kesempatan untuk menginspeksi barang sebelum penjualan. Pada akhirnya penjual (sellers) mulai menggunakan perjanjian – perjanjian baku (form contracts) dalam menawarkan barangnya kepada pembeli (buyers) dalam basis “take it or leave it”. Mayoritas perjanjian di Amerika kemudian mengarah kepada perjanjian yang dibakukan. Seperti misalnya perjanjian automobile, perjanjian hipotik (mortgage), perjanjian penjualan untuk barang – barang konsumsi (sales contracts for consumer goods), dsb. Berlatarbelakang perkembangan tersebut, baik pemerintah federal ataupun pemerintahan pusat menetapkan beberapa undang – undang (statutes) yang ditujukan untuk melindungi para konsumen, kreditur dan pihak lainnya dari perjanjian – perjanjian yang tidak seimbang (unfair contracts). Selanjutnya, pengadilan juga mulai mengembangkan pemikiran untuk menghindari memberikan “legal effect” kepada perjanjian – perjanjian yang menindas (oppressive) atau perjanjian – perjanjian lain yang tidak adil (unjust). Pemahaman baru tersebut disebut dengan “modern law of contracts”, yang pada intinya hak untuk menentukan isi perjanjian secara mandiri oleh para pihak dibatasi oleh peraturan pemerintah yang substansial (substansial government regulation). Selanjutnya menurut Sir Henry Maine, pergerakan yang demikian seirama dengan berkembangnya prinsip standarisasi hubungan manusia.
Hal demikian juga terjadi di Inggris tempat di mana common law berakar, sebagaimana digambarkan Treitel berikut :
“Important inroads on the principle of freedom of contract have been made by “legislation” passed to redress some real or supposed “imbalance” of bargaining power. The contents of many contracts are now regulated in some detail by legislation.
…… Under other statutes, terms are compulsorily implied into contracts and cannot be excluded by contrary agreement; while the validity of standard form contracts is subject to legislative restrictions, especially in contracts between a commercial suppliers of goods and services and consumer. In all these cases the main relationship between the parties is still based on “agreement”, but many of the obligations arising out of it are imposed or regulated by law.”

Demikianlah beberapa perkembangan dalam kualifikasi sahnya suatu perjanjian. Dengan demikian perjanjian antara Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Provinsi Sumatera Utara dengan PT. Golden Gate Perdana untuk dinyatakan sah dan dapat berdampak hukum bagi para pihak harus tidak bertentangan dengan hukum memaksa yang terkait dengan kepentingan umum atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan umum. Secara teoritis dan umum, dalam kaitannya dengan investasi, ada beberapa hal yang berkaitan dengan kepentingan umum yang harus terjaga muatannya dalam sustu perjanjian investasi, yaitu berkaitan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development), perlindungan terhadap lingkungan hidup (incorporating evviromental protection), pengembangan ekonomi nasional (economic development), penurunan angka kemiskinan (poverty reduction), dan pengembangan kualitas sumber daya manusia (human capital development).Karena bagaimanapun juga tujuan dasar dari dibukanya kesempatan investasi oleh pemerintah adalah untuk membantu proses pensejahteraan rakyat. Sebagaimana tujuan demikian juga termuat dalam perjanjian antara Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Provinsi Sumatera Utara dengan PT. Golden Gate Perdana, yaitu dalam pasal 2 perjanjian yang berbunyi sebagai berikut :
”Pasal 2
Bentuk dan Tujuan Kerja Sama
1. Bentuk Kerja Sama adalah Build Operate and Transfer (BOT) dengan Profit Sharing atau pembagian keuntungan.
2. Meningkatkan pendapatan Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Provinsi Sumatera Utara guna menunjang Pendapatan Asli Daerah.
3. Mewujudkan pembangunan kota sesuai dengan rencana pembangunan suatu daerah, khususnya Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) dalam hal ini RUTRK dan RDTRK Kota Tebing Tinggi.
4. Memperluas lapangan kerja.”

JENIS - JENIS PERJANJIAN

Ragam Perjanjian

Menurut Mariam Darus Badrulzaman (Badrulzaman, Mariam Darus, Syahdeini, Sutan Remy, Soepraptomo, Heru,Djamil, Faturrahman, Soenandar, Taryana. Kompilasi HukumPerikatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.2001:66), sebagaimana dikutip oleh Maris Feriyadi dalam tesisnya bahwa berdasarkan kriterianya terdapat beberapa jenis perjanjian, antara lain:

Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.

Perjanjian Cuma – Cuma
Menurut ketentuan Pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan yang dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada, pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.

Perjanjian Atas Beban
Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

Perjanjian Bernama ( Benoemd )
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.

Perjanjian Tidak Bernama ( Onbenoemde Overeenkomst )
Perjanjian tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak- pihak yang mengadakannya.

Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.

Perjanjian Kebendaan ( Zakelijk )
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban (oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer).

Perjanjian Konsensual
Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338).

Perjanjian Real
Yaitu suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.

Perjanjian Liberatoir
Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada(Pasal 1438 KUHPerdata).

Perjanjian Pembuktian ( Bewijsovereenkomts )
Suatu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yangberlaku di antara mereka.

Perjanjian Untung – untungan
Menurut Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian untunguntungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadianyang belum tentu.

Perjanjian Publik
Perjanjian publik yaitu suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan (subordinated), jadi tidak dalam kedudukan yang sama(co-ordinated).

Perjanjian Campuran
Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai unsurperjanjian di dalamnya.

SURAT PERJANJIAN PINJAMAN/KREDIT

UPK Kecamatan : Sawang
Kabupaten : Manggar
Propinsi : Belitong


SURAT PERJANJIAN PINJAMAN/KREDIT
Nomor : 05 /UPK/PNPM-MP/SM/III/2010


Dengan memohon rahmat kepada Allah yang maha kuasa dan dengan kesadaran akan cita-cita luhur PNPM-MP dalam pemberdayaan masyarakat desa untuk mencapai kemajuan ekonomi dan kemakmuran bersama, maka saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Zulkifli S.Pd
Jabatan : Ketua UPK
Alamat : Desa Pangkal Pisang Kec.Sawang


Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama pengurus UPK selaku pengelola pelayanan kredit untuk Simpan Pinjam Perempuan (SPP) PNPM-MP di kecamatan Sawang, selanjutnya di sebut pihak Pertama, dan


Nama : Muslimah
Jabatan : Ketua Kelompok SPP
Alamat : Desa Pangkal Pisang Kec. Singkawang


Dalam hubungan ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri dan anggota-anggota kelompok : Mentari yang telah memberikan kuasa secara tertulis sebagaimana surat kuasa terlampir yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari dokumen perjanjian ini, selanjutnya di sebut pihak kedua.
Pihak pertama dan pihak kedua dalam kedudukan masing-masing seperti telah diterangkan diatas, pada hari ini, Senin tanggal 22 Februari 2010, Jam11.00 WIB, bertempat di kantor UPK, dengan sadar, sehat jasmani dan rohani tanpa tekanan dari siapapun telah menanda tangani Surat Perjanjian Pinjaman/Kredit dan telah menyepakatinya dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :




PASAL 1
Dana Pinjaman

Ayat 1

Pihak pertama setuju memberikan kredit kepada pihak ke dua sebesar Rp.10.000.000,- ( Sepuluh Juta Rupiah ) yaitu jumlah yang telah di putuskan dalam musyawarah antar desa dan berdasarkan surat permohonan pinjaman/kredit pada tanggal : 22 Februari 2010.
Ayat 2

Dana pinjaman/kredit akan di pergunakan untuk kegiatan usaha guna meningkatkan pendapatan dan mutu kehidupan keluarga. Dengan demikian pinjaman/kredit ini akan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pertumbuhan ekonomi dan perkembangan ekonomi anggota pemanfaat khususnya dan anggota kelompok keseluruhan pada umumnya.


PASAL 2
Bunga Pinjaman

Ayat 1

Pinjaman/kredit yang di berikan, dikenakan bunga 12% / Tahun dengan sistem perhitungan bunga Tetap

Ayat 2

Pihak kedua dan pemberi kuasa mengerti dan menyadari bahwa bunga pinjaman yang di bayar akan di pergunakan untuk biaya pelayanan dan pengelolaan yang sehat serta pemupukan modal dana pinjaman bergulir milik bersama agar dapat berkembang dan lestari sebagai sumber pinjaman/kredit yang bermanfaat bagi masyarakat desa.



PASAL 3
Angsuran Pinjaman

Ayat 1

Pinjaman tersebut akan di lunasi dalam jangka waktu 12 Bulan pinjaman/kredit tersebut harus di kembalikan dari kelompok peminjam ke UPK sebesar pokok pinjaman di tambah bunga setiap kali melakukan pembayaran pinjaman.

Ayat 2

Dari pinjaman tersebut, berdasarkan sistem perhitungan bunga dan besarnya bunga serta jangka waktu yang diberikan maka, kelompok Mentari harus membayar angsuran sebesar Rp. 94.000,-(Sembilan Puluh Empat Ribu Rupiah sehingga total angsuran yang harus dibayar oleh kelompok pinjaman adalah sebesar Rp. 940.000,- (Sembilan Ratus Empat Puluh Ribu rupiah) setiap Bulan sampai dengan jangka waktu 12 Bulan .




PASAL 4
Colleteral / Jaminan

Ayat 1

Pemberian pinjaman/kredit ini, tidak dikenakan colleteral/ jaminan dengan pengikatan legal atas harta bergerak maupun tidak bergerak milik pihak kedua.
Ayat 2

Pinjaman/kredit ini diberikan atas dasar kepercayaan oleh pihak pertama kepada pihak kedua untuk mengelola dana pinjaman dan pihak kedua harus memegang kepercayaan tersebut dan mempertanggungjawabkan kepada pihak pertama dan masyarakat.







PASAL 5
Pemanfaatan Pinjaman

Ayat 1

Pihak pertama berkewajiban mendampingi pihak kedua dan para pemberi kuasa agar dapat menggunakan dana pinjaman/kreditnya untuk pengembangan usaha, meningkatkan mutu kehidupan keluarga dan memperbaiki pengaturan kehidupan rumah tangga. Dengan demikian kredit dapat dibayar kembali secara lancar dan tetap memberi manfaat yang setinggi-tingginya bagi kemajuan ekonomi dan perkembangan seluruh anggota keluarga dan kelompok.

Ayat 2

Pihak kedua dan para pemberi kuasa sadar dan mengerti bahwa mengembalikan pinjaman/kredit secara lancar dan sesuai jadwal yang di sepakati, merupakan kewajiban hukum sekaligus menunjukan budi pekerti luhur untuk mengembangkan semangat tolong menolong dengan saudaranya sesama warga desa yang lain. Pengembalian pinjaman/kredit secara lancar akan memperluas kesempatan untuk memperoleh pinjaman/kredit berikutnya dengan membuka peluang orang lain mendapatkan giliran pinjaman.



PASAL 6
Tunggakan

Ayat 1

Apabila pihak kedua dan para pemberi kuasa membayar pinjaman/kredit dalam jumlah dan waktu tidak sesuai dengan kesepakatan ini maka pembayaran akan di perhitungan dengan urutan sebagai berikut : pembayaran tunggakan pokok, pembayaran tunggakan bunga kemudian baru pembayaran angsuran bulan berjalan.


Ayat 2

Langkah-langkah penanganan masalah tunggakan akan di putuskan melalui forum MAD setelah di lakukan kategorisasi permasalahan kelompok.



PASAL 7
Perselisihan Dan Sanksi

Ayat 1

Apabila terjadi perselisihan antara Pengurus Unit Pengelola Kegiatan dengan kelompok peminjam atau pengurus kelompok dengan anggota pemanfaat pinjaman mengenai dana pinjaman akan di selesaikan melalui musyawarah mufakat secara kekeluargaan, namun apabila tidak di temukan keputusan maka di lakukan Musyawarah Antar Desa dan apabila tidak bisa di selesaikan maka akan di tempuh jalur hukum.

Ayat 2

Sanksi yang di berikan kepada kelompok yang menunggak angsuran pinjaman, tidak akan di berikan pinjaman kembali setelah lunas. Dan sanksi yang di berikan kepada kelompok yang dengan sengaja melakukan penyimpangan dana pinjaman, akan di laporkan kepada pihak berwajib.
Demikian Surat Perjanjian Pinjaman/Kredit ini di buat dan di tandatangan oleh kedua belah pihak secara sadar dan bertanggung jawab. Setelah perjanjian ini di bacakan kepada pihak kedua dan pemberi kuasa, bersedia dan menyanggupi segala ketentuan-ketentuan yang telah di tetapkan di atas.



Pihak Pertama

Ketua UPK Kec. Sawang





( Zulkifli, S.Pd ) Pihak Kedua

Ketua Kelompok SPP
Desa Pangkal Pisang




( Muslimah )

Saksi/ Memgetahui,
PjOK
Kecamatan Sawang




( Berahim, S.Sos )
NIP. 19721020 1992203-2-006 Kepala Desa
Pangkal Pisang




( Mursyid Hasyim )





Camat Sukamakmur




( Ir. Hamim Sufi )
PENATA TK.I
NIP. 19620814 198603-1-024

SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA

3. SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA KENDARAAN

PERJANJIAN SEWA MENYEWA KENDARAAN

Pada hari ini (hari, tanggal, bulan, tahun) telah terjadi Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan antara:
1. Nama :
Pekerjaan :
Alamat :
Dalam hal ini bertindak dalan jabatannya selaku direktur untuk dan atas nama perseroan terbatas PT _____ berkedudukan di _____ dan beralamat di Jalan _____ selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.
2. Nama :
Usia :
Alamat :
Bertindak atas nama sendiri yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.
Para pihak menerangkan terlebih dahulu sebagai berikut :
Bahwa PIHAK PERTAMA sebagai pihak yang menyewakan kendaraan dan PIHAK KEDUA adalah pihak yang menerima dan menyewa kendaraan yang berupa:
1. Jenis kendaraan :
2. Merek/Tipe :
3. Nomor Polisi :
4. Nomor Rangka/Tahun :
5. Nomor Mesin :
6. Warna :
7. Nomor BPKB :
Para pihak di atas masing-masing telah sepakat untuk melakukan Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan yang diatur dalam pasal-pasal berikut ini:
PASAL 1
STATUS SEWA
1. PIHAK PERTAMA menyerahkan dan menyewakan kendaraan serta perlengkapan-nya kepada PIHAK KEDUA yang menerima dan menyewa kendaraan dalam keadaan baik dan siap pakai.
2. Status sewa adalah sopir pribadi.
PASAL 2
JANGKA WAKTU

1. PIHAK PERTAMA sepakat menyerahkan kendaraan kepada PIHAK KEDUA mulai tanggal _____ bulan _____ tahun _____ jam _____ sampai dengan tanggal _____ bulan _____ tahun _____ jam _____ .
2. Setelah jangka waktu tersebut berakhir, maka sewa menyewa ini dapat diperpanjang untuk jangka waktu _____ .

PASAL 3
PENYERAHAN KENDARAAN

PIHAK PERTAMA menyerahkan kendaraan kepada PIHAK KEDUA setelah Perjanjian ini ditandatangani berikut Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dari kendaraan yang dimaksud.

PASAL 4
HAK DAN KEWAJIBAN

1. PIHAK PERTAMA berkewajiban menyerahkan kepada PIHAK KEDUA, yang menerima kendaraan, dan untuk itu tidak dapat dialihkan pada pihak lain tanpa sepengetahuan dan izin dari PIHAK PERTAMA untuk dipergunakan kepada hal-hal yang tidak melanggar hukum, sehingga untuk itu PIHAK PERTAMA tidak menanggung akibatnya.
2. PIHAK PERTAMA sewaktu-waktu berhak menarik kendaraan dengan tanpa syarat apa pun dari PIHAK KEDUA, apabila terjadi ketidakjelasan baik mengenai keberadaan dan atau masa sewa kendaraan tersebut.
3. PIHAK KEDUA pada saat berakhirnya masa sewa wajib menyerahkan kembali kendaraan sewa tersebut dengan kondisi sesuai pada saat diterimanya kendara-an tersebut kepada PIHAK PERTAMA.

PASAL 5
BIAYA DAN CARA PEMBAYARAN

1. PIHAK PERTAMA membebankan biaya sewa kepada PIHAK KEDUA untuk seluruh jangka waktu sewa berjumlah _____ yang keseluruhannya akan dibayarkan PIHAK KEDUA secara sekaligus bersamaan dengan penandatanganan Perjanjian ini.
2. Perjanjian ini berlaku sebagai tanda bukti yang sah dari sejumlah uang sewa kendaraan termaksud.

PASAL 6
BIAYA TAMBAHAN DI LUAR BIAYA SEWA

PIHAK KEDUA sanggup untuk membiayai dan membayar ongkos tambahan di luar biaya sewa, untuk:
1. Biaya bahan bakar kendaraan dan oli mesin pemakaian kendaraan sesuai kualifikasi teknisnya.
2. Biaya perbaikan apabila terjadi kerusakan selama kendaraan berada pada PIHAK KEDUA serta biaya sewa selama perbaikan.
3. Biaya penggantian terhadap kehilangan kendaraan dan atau peralatan/perleng-kapan oleh pihak lain.
4. Biaya transportasi apabila terjadi kesepakatan dalam pengantaran ataupun pengambilan kendaraan di luar wilayah _____ yang besarnya dipertimbangkan sesuai jarak dari _____ .

PASAL 7
PENYELESAIAN SENGKETA

1. Apabila terjadi perselisihan akan diselesaikan secara kekeluargaan atau musyawarah.
2. Apabila tidak terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak dalam musyawarah, maka kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan dan memilih tempat kediaman yang sah dan tidak berubah di Kantor Pengadilan Negeri _____ .

Demikianlah Perjanjian ini dibuat dan ditandangani sebagai bukti yang sah pada hari, tanggal, bulan, tahun yang telah disebutkan dalam awal Perjanjian ini.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA

_____________ ___________

SURAT PERJANJIAN JUAL BELI

SURAT PERJANJIAN JUAL BELI
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :
Nama : Sule Sunda Bule
Umur : 44 Tahun
Pekerjaan : Pemburu (Wiraswasta)
Alamat sekarang : Jl. Baros IV No.271 Rt.06/Rw.02
Untuk selanjutnya disebut pihak ke I (penjual).
Nama : Aziz Gegep
Umur : 40 Tahun
Pekerjaan : Pedagang (Wiraswasta)
Alamat sekarang : Jl. Jurang No.411 Rt.016/Rw.012
Untuk selanjutnya disebut pihak ke II (pembeli)
Pada tanggal 20 Juni 2010 pihak ke I. Telah menjual, lepas/mutlak sebidang tanah darat seluas 100 m2, berikut sebuah bangunan yang terletak diatas tanah tersebut kepada pihak ke II dengan harga tunai Rp. 241.000.000,- (dua ratus empat puluh satu juta rupiah). Pembayaran dilakukan dihadapan saksi-saksi dengan tunai.
Batas-batas tanah tersebut adalah sebagai berikut :
Sebelah barat : Berbatasan dengan tanah halaman haji ono
Sebelah timur : Berbatasan dengan tanah pak amid
Sebelah utara : Berbatasan dengan rumah ibu sendi
Sebelah selatan : Berbatasan dengan jalan gang
Bangunan terdiri dari :
Ukuran panjang X lebar : 100 m2
Atap : Asbes
Dinding : Tembok
Lantai : Semen (plesteran)
Maka, sejak tanggal 20 Juni 2010 Tanah bangunan tersebut diatas telah menjadi hak milik pihak ke II. Pada waktu pelaksanaan jual beli tanah tersebut baik pihak ke I (penjual) maupun pihak ke II (pembeli) juga saksi-saksi semuanya meyatakan satu sama lain dalam keadaan sehat wal afiat, baik jasmani maupun rohani, dan segala sesuatu dengan itikad baik.
Demikian, setelah keterangan isi jual beli ini dimengerti oleh pihak ke I dan pihak ke II, juga saksi-saksi, maka ditanda tanganilah sebagai permulaan saat pemindahan hak milik pihak ke I kepada pihak ke II.
Bandung, 10 Juli 2010
Tanda tangan masing-masing

Pihak Ke II (Pembeli) Pihak Ke I (Penjual)


Aziz Gegep Sule Sunda Bule


Saksi-Saksi:
1……….………………………..
2……….………………………..
3…………………………………
4……..…………………………

SURAT PERJANJIAN KERJA

SURAT PERJANJIAN KERJA


Yang bertanda tangan dibawah ini :
1. Nama : Sule Sutarma
Alamat : Awwas da OVJ, Jakarta Pinggiran
Selanjutnya dalam surat perjanjian ini disebut sebagai Pihak Pertama (pemberi kerja)

2. Nama : …………………………………………………
Jenis Kelamin : …………………………………………………
Tempat & Tgl lahir : …………………………………………………
Umur : …………………………………………………
Agama : …………………………………………………
Pendidikan terakhir : …………………………………………………
Alamat : …………………………………………………
No.KTP : …………………………………………………
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri, selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua (pekerja).
Kedua belah pihak sepakat untuk membuat perjanjian kerja dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut:

Pasal 1
Pihak Pertama dengan ini menyatakan menerima Pihak Kedua sebagai pekerja yang membantu Pihak Pertama dalam melakukan kewajiban rumah tangganya, yang terletak di Awwas da OVJ, Jakarta Pinggiran. Pihak kedua dengan ini menyatakan bersedia menjadi pekerja Pihak Pertama dalam bidang tugas pekerjaan rumah tangga: memasak, menyeterika pakaian, belanja, bersih-bersih, menjaga dan mengurus anak, menjaga rumah beserta isinya.
Pasal 2
Dalam perjanjian kerja ini tidak ada masa percobaan. Masa kerja ditetapkan selama minimal 3 tahun, dihitung sejak tanggal masuk diterima bekerja, yakni sejak tanggal ….. – ….. – 2009. Upah diberikan secara (bulanan), besarnya upah pokok Rp 2.500.000,- dengan hak hari libur 1 x 24 jam per dua minggu atau 2 x 12 jam per dua minggu. Atas kesepakatan dengan Pekerja, hak libur dapat diganti uang sebesar Rp. 100.000,-/hari.
Pekerja berhak mendapat cuti tahunan 14 hari. Atas kesepakatan dengan pekerja cuti tahunan dapat diganti uang sebesar setengah bulan gaji.
Setelah masa kerja 6 bulan, pekerja berhak akan kenaikan gaji sebesar Rp. 100.000,-.
Pasal 3
Tanggungan pembiayaan diluar upah yang akan ditanggung oleh Pihak Pertama perbulannya adalah:
• Tanggungan uang makan
• Tanggungan uang transport
• Tanggungan uang kesehatan
• Tanggungan uang pakaian
• Tanggungan uang pendidikan/kursus yang ditentukan oleh Pihak Pertama
Pasal 4
Apabila Pemberi kerja atau Pekerja mengakhiri perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebelum waktunya berakhir, maka pihak yang mengakhiri perjanjian kerja tersebut wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar sisa upah pekerja sampai waktu atau pekerjaan seharusnya selesai berikut biaya yang telah dikeluarkan oleh Pemberi kerja untuk mengurus surat-surat dari Pekerja: biaya check kesehatan, pembuatan akte kelahiran, kartu keluarga, KTP, foto, passport, visa, biaya transportasi pengurusan surat-surat tersebut, biaya fiscal, biaya transportasi ke tempat Pemberi kerja; kecuali apabila putusnya hubungan kerja karena alasan memaksa/kesalahan berat pekerja. Pihak kedua juga tidak dibenarkan bekerja sambilan di tempat lain selama masa kontrak.
Pasal 5
Pihak Pertama dan Kedua bersedia mentaati isi peraturan perjanjian kerja ini dan pihak kedua akan patuh pada tata tertib yang berlaku di tempat bekerja, jujur, disiplin, sopan, bertanggung jawab dan tidak meninggalkan rumah tanpa ijin.
Pasal 6
Segala perselisihan yang timbul akibat perjanjian kerja ini akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat, dan apabila tidak dapat diselesaikan para pihak akan menyelesaikannya melalui Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta.

Demikian Surat Perjanjian Kerja ini dibuat, setelah para pihak membaca dan memahami isinya kemudian dengan sukarela tanpa paksaan atau tekanan dari siapapun bersama-sama menandatanganinya diatas kertas bermaterai yang berlaku.

Dibuat di ………………………………
Tanggal,………………………………..


Pihak Pertama Pihak Kedua

SURAT PERJANJIAN KERJA

SURAT PERJANJIAN KERJA


Yang bertanda tangan dibawah ini :
1. Nama : Sule Sutarma
Alamat : Awwas da OVJ, Jakarta Pinggiran
Selanjutnya dalam surat perjanjian ini disebut sebagai Pihak Pertama (pemberi kerja)

2. Nama : …………………………………………………
Jenis Kelamin : …………………………………………………
Tempat & Tgl lahir : …………………………………………………
Umur : …………………………………………………
Agama : …………………………………………………
Pendidikan terakhir : …………………………………………………
Alamat : …………………………………………………
No.KTP : …………………………………………………
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri, selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua (pekerja).
Kedua belah pihak sepakat untuk membuat perjanjian kerja dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut:

Pasal 1
Pihak Pertama dengan ini menyatakan menerima Pihak Kedua sebagai pekerja yang membantu Pihak Pertama dalam melakukan kewajiban rumah tangganya, yang terletak di Awwas da OVJ, Jakarta Pinggiran. Pihak kedua dengan ini menyatakan bersedia menjadi pekerja Pihak Pertama dalam bidang tugas pekerjaan rumah tangga: memasak, menyeterika pakaian, belanja, bersih-bersih, menjaga dan mengurus anak, menjaga rumah beserta isinya.
Pasal 2
Dalam perjanjian kerja ini tidak ada masa percobaan. Masa kerja ditetapkan selama minimal 3 tahun, dihitung sejak tanggal masuk diterima bekerja, yakni sejak tanggal ….. – ….. – 2009. Upah diberikan secara (bulanan), besarnya upah pokok Rp 2.500.000,- dengan hak hari libur 1 x 24 jam per dua minggu atau 2 x 12 jam per dua minggu. Atas kesepakatan dengan Pekerja, hak libur dapat diganti uang sebesar Rp. 100.000,-/hari.
Pekerja berhak mendapat cuti tahunan 14 hari. Atas kesepakatan dengan pekerja cuti tahunan dapat diganti uang sebesar setengah bulan gaji.
Setelah masa kerja 6 bulan, pekerja berhak akan kenaikan gaji sebesar Rp. 100.000,-.
Pasal 3
Tanggungan pembiayaan diluar upah yang akan ditanggung oleh Pihak Pertama perbulannya adalah:
• Tanggungan uang makan
• Tanggungan uang transport
• Tanggungan uang kesehatan
• Tanggungan uang pakaian
• Tanggungan uang pendidikan/kursus yang ditentukan oleh Pihak Pertama
Pasal 4
Apabila Pemberi kerja atau Pekerja mengakhiri perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebelum waktunya berakhir, maka pihak yang mengakhiri perjanjian kerja tersebut wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar sisa upah pekerja sampai waktu atau pekerjaan seharusnya selesai berikut biaya yang telah dikeluarkan oleh Pemberi kerja untuk mengurus surat-surat dari Pekerja: biaya check kesehatan, pembuatan akte kelahiran, kartu keluarga, KTP, foto, passport, visa, biaya transportasi pengurusan surat-surat tersebut, biaya fiscal, biaya transportasi ke tempat Pemberi kerja; kecuali apabila putusnya hubungan kerja karena alasan memaksa/kesalahan berat pekerja. Pihak kedua juga tidak dibenarkan bekerja sambilan di tempat lain selama masa kontrak.
Pasal 5
Pihak Pertama dan Kedua bersedia mentaati isi peraturan perjanjian kerja ini dan pihak kedua akan patuh pada tata tertib yang berlaku di tempat bekerja, jujur, disiplin, sopan, bertanggung jawab dan tidak meninggalkan rumah tanpa ijin.
Pasal 6
Segala perselisihan yang timbul akibat perjanjian kerja ini akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat, dan apabila tidak dapat diselesaikan para pihak akan menyelesaikannya melalui Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta.

Demikian Surat Perjanjian Kerja ini dibuat, setelah para pihak membaca dan memahami isinya kemudian dengan sukarela tanpa paksaan atau tekanan dari siapapun bersama-sama menandatanganinya diatas kertas bermaterai yang berlaku.

Dibuat di ………………………………
Tanggal,………………………………..


Pihak Pertama Pihak Kedua

Subjek Hukum dan Objek Hukum

Pengertian Subjek Hukum
Subyek hukum adalah segala sesuatu yang memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum
Pengertian Subyek hukum (rechts subyek) menurut Algra
Subyek hukum adalah setiap orang mempunyai hak dan kewajiban, yang menimbulkan wewenang hukum (rechtsbevoegheid), sedengkan pengertian wewenag hukum itu sendiri adalah kewenangan untuk menjadi subyek dari hak-hak.
Dalam menjalankan perbuatan hukum, subyek hukum memiliki wewenang. Wewenang subyek hukum di bagi menjadi dua yaitu :
Pertama, wewenang untuk mempunyai hak (rechtsbevoegdheid), dan
Kedua, wewenang untuk melakukan ( menjalankan) perbuatan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Pembagian Subyek Hukum;
Subyek Hukum di bagi menjadi 2, yaitu:
Manusia:
Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum yaitu: Pertama, manusia mempunyai hak-hak subyektif dan kedua, kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti, kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kandungan (Pasal 2 KUH Perdata), namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Sejak lahirnya setiap orang pasti menjadi subjek hukum, seseorang itu menjadi subjek hukum sampai pada saat meninggalnya. Baru setelah kematianyalah seseorang dianggap berhenti menjadi subjek hukum.
Syarat-syarat Cakap Hukum :
• Seseorang yang sudah dewasa (berumur 21 tahun)
• Seseorang yang berusia dibawah 21 tahun tetapi pernah menikah
• Seseorang yang sedang tidak menjalani hukum
• Berjiwa sehat & berakal sehat
Syarat-syarat tidak Cakap Hukum
• Seseorang yang belum dewasa
• Sakit ingatan
• Kurang cerdas
• Orang yang ditaruh dibawah pengampuan
• Seorang wanita yang bersuami (Pasal 1330 KUH Perdata)
Badan hukum
Badan hukum ialah suatu badan usaha yang berdasarkan hukum yang berlaku serta berdasarkan pada kenyataan persyaratan yang telah dipenuhinya telah diakui sebagai badan hukum, yakni badan usaha yang telah dianggap atau digolongkan berkedudukan sebagai subjek hukum sehingga mempunyai kedudukan yang sama dengan orang, meskipun dalam menggunakan hak dan melaksanakan kewajibannya harus dilakukan atau diwakilkan melalui para pengurusnya.

Menurut sifatnya badan hukum ini dibagi menjadi dua yaitu :

Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang di dirikan oleh pemerintah
Contohnya : Provinsi, kotapraja, lembaga-lembaga dan bank-bank Negara

Badan hukum privat, adalah badan hukum yang didirikan oleh perivat (bukan pemerintah)
Contohnya : Perhimpunan, Perseroan Terbatas, Firma, Koprasi, Yayasan.
Batasan Usia Subyek Hukum
Usia dewasa bagi sebagian remaja merupakan suatu prestasi tersendiri, yang patut dirayakan. Secara awam, jika seseorang sudah merayakan ulang tahunnya yang ke-17 th, dan sudah berhak memegang KTP atau memiliki SIM sendiri, dianggap sudah dewasa. Artinya dia sudah berubah dari anak-anak menjadi dewasa dan sudah bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Di mata hukum, batas usia dewasa seseorang menjadi penting, karena hal tersebut berkaitan dengan boleh/tidaknya orang tersebut melakukan perbuatan hukum, ataupun diperlakukan sebagai subjek hukum. Artinya, sejak seseorang mengalami usia dewasanya, dia berhak untuk membuat perjanjian dengan orang lain, melakukan perbuatan hukum tertentu, misalnya menjual/membeli harta tetap atas namanya sendiri, semuanya tanpa bantuan dari orang tuanya selaku wali ayah atau wali ibunya.
Jadi, apakah seseorang yang berusia 17th sudah dianggap dewasa dimata hukum? Rupanya, batas usia dewasa di mata masyarakat berbeda dengan batas usia dewasa di mata hukum. Menurut Undang Perkawinan No. 1/1974 dan KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika sudah berusia 21 tahun atau sudah (pernah) menikah. Bertahun2 batas usia dewasa tersebut di ikuti oleh seluruh ahli hukum di Indonesia. Sehingga, jika ada tanah & bangunan yang terdaftar atas nama seorang anak yang belum berusia 21 tahun, maka untuk melakukan tindakan penjualan atas tanah dan bangunan tersebut dibutuhkan izin/penetapan dari Pengadilan negeri setempat. Demikian pula untuk melakukan tindakan pendirian suatu PT/CV/FIRMA/YAYASAN, jika salah seorang pendirinya adalah seseorang yang belum berusia 21th, harus diwakili oleh salah satu orang tuanya.
Namun, sejak tanggal 6 Oktober 2004 dengan diundangkannya UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, terdapat pergeseran dalam menentukan usia dewasa. Dalam pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa:
” Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Paling sedikit berusia 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah, dan
b. Cakap melakukan perbuatan hukum”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejak diterbitkannya UU no. 30/2004 tersebut, maka setiap orang yang sudah berusia 18th atau sudah menikah, dianggap sudah dewasa, dan berhak untuk bertindak selaku subjek hukum.
Objek hukum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan hukum dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasan subjek hukum berkaitan di dalamnya.
Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan "pengorbanan" dahulu sebelumnya.
Hal pengorbanan dan prosedur perolehan benda-benda tersebut inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas.
Akibatnya, dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh hukum. Karena itulah akan benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum. Misalkan sinar matahari, air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah pegunungan yang terus mengalir melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air.
Untuk memperoleh itu semua kita tidak perlu membayar atau mengeluarkan pengorbanan apapun juga, mengingat jumlahnya yang tak terbatas dan selalu ada. Lain halnya dengan benda-benda ekonomi yang jumlahnya terbatas dan tidak selalu ada, sehingga untuk memperolehnya diperlukan suatu pengorbanan tertentu, umpamanya melalui, pembayaran imbalan, dan sebagainya.

PEMBAHASAN HUKUM PERDATA

SEJARAH HUKUM PERDATA
1. HUKUM PERDATA BELANDA
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi (pembukuan suatu lapangan hukum secara sistematis dan teratur dalam satu buku) yang bernama code civil (hukum perdata) dan code de commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda. Bahkan sampai 24 tahun sesudah negeri Belanda merdeka dari Perancis tahun 1813, kedua kodifikasi itu masih berlaku di negeri Belanda. Jadi, pada waktu pemerintah Belanda yang telah merdeka belum mampu dalam waktu pendek menciptakan hukum privat yang bersifat nasional (berlaku asas konkordansi).
Kemudian Belanda menginginkan Kitab Undang–Undang Hukum Perdata tersendiri yang lepas dari kekuasaan Perancis. Maka berdasarkan pasal 100 Undang-Undang Dasar Negeri Belanda, tahun 1814 mulai disusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan rencana kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER. Sebelum selesai KEMPER meninggal dunia [1924] & usaha pembentukan kodifikasi dilanjutkan NICOLAI, Ketua Pengadilan Tinggi Belgia [pada waktu itu Belgia dan Belanda masih merupakan satu negara]. Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan dua kodifikasi yang bersifat nasional, yang diberi nama :
1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda] – Dalam praktek kitab ini akan disingkat dengan KUHPdt.
2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang] – Dalam perkuliahan, kitab ini akan disingkat dengan KUHD.
Pembentukan hukum perdata [Belanda] ini selsai tanggal 6 Juli 1830 dan diberlakukan tanggal 1 Pebruari 1830. Tetapi bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di bagian selatan Belanda [kerajaan Belgia] sehingga kodifikasi ditangguhkan dan baru terlaksanan tanggal 1 Oktober 1838. Meskipun BW dan WvK Belanda adalah kodifikasi bentukan nasional Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil dan Code De Commerse Perancis. Menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah saduran dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
2. HUKUM PERDATA INDONESIA
Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku pula di wilayah Hindia Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda yang susunan dan isinya serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt. di Indonesia dibentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud Haarlem. Kodifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping telah membentuk panitia, pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann sebagai ketua Mahkamah Agung di Hindia Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi tugas istimewa untuk turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann dalam hal tidak berhasil, sehingga tahun 1836 ditarik kembali ke negeri Belanda. Kedudukannya sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti oleh Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi keua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem lagi,tetapi anggotanya diganti yaitu Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUHPdt Indonesia maka KUHPdt. Belanda banyak menjiwai KUHPdt. Indonesia karena KUHPdt. Belanda dicontoh untuk kodifikasi KUHPdt. Indonesia. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Pasal 2 ATURAN PERALIHAN UUD 1945
Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat [Belanda] yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.
3. B.W./KUHPdt SEBAGAI HIMPUNAN TAK TERTULIS
B.W. di Hindia Belanda sebenarnya diperuntukkan bagi penduduk golongan Eropa & yang dipersamakan berdasarkan pasal 131 I.S jo 163 I.S. Setelah Indonesia merdeka, keberlakuan bagi WNI keturunan Eropa & yang dipersamakan ini terus berlangsung. Keberlakuan demikian adalah formal berdasakan aturan peralihan UUD 1945. Bagi Negara Indonesia, berlakunya hukum perdata semacam ini jelas berbau kolonial yang membedakan WNI berdasarkan keturunannya [diskriminasi]. Disamping itu materi yang diatur dalam B.W. sebagian ada yang tidak sesuai lagi dengan Pancasila dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia serta tidak sesuai dengan aspirasi negara dan bangsa merdeka. Berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi sebagai negara dan bangsa yang merdeka, maka dalam rangka penyesuaian hukum kolonial menuju hukum Indonesia merdeka, pada tahun 1962 [Dr. Sahardjo, SH.-Menteri Kehakiman RI pada saat itu] mengeluarkan gagasan yang menganggap B.W ( KUHPdt ) Indonesia sebagai himpunan hukum tak tertulis. Maka B.W. selanjutnya dipedomani oleh semua Warga Negara Indonesia. Ketentuanyg sesuai boleh diikuti dan yang tidak sesuai dapat ditinggalkan.
4. SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG RI NO. 3 TAHUN 1963
Berdasarkan gagasan Menteri Kehakiman Dr. Sahardjo, S.H. ini MA-RI tahun 1963 mengeluarkan Surat Edaran No. 3 tahun 1963 yang ditujukan kepada semua Ketua Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia. Isi Surat Edaran tersebut, yaitu MA-RI menganggap tidak berlaku lagi ketentuan di dalam KUHPdt. antara lain pasal berikut :
1. Pasal 108 & 110 BW tetang wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan hukum & untuk menghadap dimuka pengadilan tanpa izin atau bantuan suaminya. Dengan demikian tentang hal ini tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI.
2. Pasal 284 [3] KUHPdt. mengenai pengakuan anak yang lahir diluar perkawinan oleh perempuan Indonesia asli. Dengan demikian pengakuan anak tidak lagi berakibat terputusnya hubungan hukum antara ibu dan anak, sehingga tentang hal ini juga tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI.
3. Pasal 1682 KUHPdt. yang mengharuskan dilakukannya suatu penghibahan dengan akta notaris.
4. Pasal 1579 KUHPdt. yang menentukan bahwa dalam hal sewa menyewa barang, pemilik barang tidak dapat menghentikan penyewaan dengan mengatakan bahwa ia akan memakai sendiri barangnya, kecuali apabila pada watu membentuk persetujuan sewa menyewa ini dijanjikan diperbolehkan
5. Pasal 1238 KUHPdt. yang menimyimpulkan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya dapat diminta dimuka Hakim, apabila gugatan ini didahului oleh suatu penagihan tertulis. Mahkamah Agung pernah memutuskan antara dua orang Tionghoa, bahwa pengiriman turunan surat gugat kepada tergugat dapat dianggap sebagai penagihan oleh karena tergugat masih dapat menghindarkan terkabulannya gugatan dengan membayar hutangnya sebelum hari sidang pengadilan.
6. Pasal 1460 KUHPdt. tetang resiko seorang pembeli barang, yang menentukan bahwa suatu barang tertentu yang sudah dijanjikan dijual. Sejak saat itu adalah atas tanggungan pembeli, meskipun penyerahan barang itu belum dilakukan . Dengan tidak lagi berlakunya pasal ini, maka harus ditinjau dari setiap keadaan, apakah tidak sepantasnya pertangungjawaban atau resiko atas musnahnya barang yang sudah dijanjikan dijual tetapi belum diserahkan harus dibagi antara kedua belah pihak ; dan kalau YA sampai dimana pertanggung-jawaban dimaksud.
7. Pasal 1603 x ayat 1 dan 2 KUHPdt. yang mengadakan diskriminasi antara orang Eropa disatu pihak dan orang bukan Eropa dilain pihak mengenai perjanjian perburuhan
5. HUKUM PERDATA NASIONAL
Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku dan diberlakukan di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia meliputi juga hukum perdata barat dan hukum perdata nasional. Hukum perdata barat adalah hukum bekas peninggalan kolonia Belanda yang berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, mis. BW/KUHPdt. Hukum perdata nasional adalah hukum perdata yang diciptakan Pemerintah Indonesia yang sah dan berdaulat. Kriteria bahwa hukum perdata dikatakan nasional, yaitu :
a. Berasal dari hukum perdata Indonesia. Hukum perdata barat sebagian sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila. Hukum perdata barat yang sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila dapat dan bahkan telah diresepsi oleh bangsa Indonesia.Oleh karena itu ia dapat diambil alih dan dijadikan bahan hukum perdata nasional. Disamping Hukum perdata barat, juga hukum perdata tak tertulis yang sudah berkembang sedemikian rupa sehingga mempunyai nilai yang dapat diikuti dan dipedomani oleh seluruh rakyat Indonesia. Dapat diambil dan dijadikan bahan hukum perdata nasional. Untuk mengetahui hal ini tentunya dilakuan penelitian lebih dahulu terutama melalui Yurisprudensi. Dalam Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978 Jo. Ketetapan MPR No.II/MPR/1988 tentang GBHN, terutama pembangunan di bidang hukum antara lain dinyatakan bahwa pembinaan hukum nasional didasarkan pada hukum yang hidup didalam masyarakat . Hukum yang hidup dalam masyarakat dapat diartikan antara lain hukum perdata barat yang sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila, hukum perdata tertulis buatan Hakim atau yurisprudensi dan hukum adat.
b. Berdasarkan Sistem Nilai Budaya Pancasila. Hukum perdata nasional harus didasarkan pada sistem nilai budaya Pancasila, maksudnya adalah konsepsi tentang nilai yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat. Apabila nilai yang dimaksud adalah nilai Pancasila maka sistem nilai budaya disebut sitem nilai budaya Pancasila. Sistem nilai budaya demkian kuat meresap dalam jiwa anggota masyarakat sehingga sukar diganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat. Sistem nilai budaya Pancasila berfungsi sebagai sumber dan pedoman tertinggi bagi peraturan hukum & perilaku anggota masyarakat bangsa Indonesia. Dengan demikian dapat diuji benarkah peraturan hukum perdata barat. Hukum perdata tidak tertulis, buatan hakim/yurisprudensi & peraturan hukum adat yang akan diambil sebagai bahan hukum perdata nasional bersumber, berpedoman, apakah sudah sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila? Jika jawabnya YA benarkah peraturan hukum perdata yang diuraikan tadi dijadikan hukum perdata nasional.
c. Produk Hukum Pembentukan Undang – Undang Indonesia. Hukum perdata nasional harus produk hukum pembuat Undang-Undang Indonesia. Menurut UUD 1945 pembuat Undang-Undang adalah Presiden bersama dengan DPR [pasal 5 ayat 1 UUD 1945]. Dalam GBHN-pun digariskan bahwa pembinaan & pembentukan hukum nasional diarahkan pada bentuk tertulis. Ini dapat diartikan bahwa pembentukan hukum perdata nasional perlu dituangkan dalam bentuk Undang-Undang bahkan diusahakan dalam bentuk kondifikasi. Jika dalam bentuk Undang-Undang maka hukum perdata nasional harus produk hukum pembentukan Undang-Undang Indonesia. Contoh Undang-Undang Perkawinan No.1/1974, Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960.
d. Berlaku Untuk Semua Warga Negara Indonesia. Hukum perdata nasional harus berlaku untuk semua Warga Negara Indonesia, tanpa terkecuali dan tanpa memandang SARA. Warga Negara Indonesia adalah pendukung hak dan kewajiban yang secara keseluruhan membentuk satu bangsa merdeka yaitu Indonesia. Keberlakuan hukum perdata nasional untuk semua WNI berarti menciptakan unifikasi hukum sesuai dengan GBHN. Dan melenyapkan sifat diskriminatif sisa politik hukum kolonia Belanda. Unifikasi hukum tertulis yang ada sekarang sudah dikenal, diikuti dan berlaku umum dalam masyarakat.
e. Berlaku Untuk Seluruh Wilayah Indonesia. Hukum perdata nasional harus berlaku bagi seluruh wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia adalah wilayah negara RI termasuk perwakilan Indonesia di luar negeri. Keberlakuan hukum perdata nasional untuk semua WNI di seluruh wilayah Indonesia merupakan unifikasi hukum perdata sebagai pencerminan sistem nilai budaya Pancasila terutama nilai dalam sila ke tiga “ Persatuan Indonesia” Hal ini sesuai dengan GBHN mengenai pembinaan hukum nasional.
SUMBER-SUMBER HUKUM PERDATA
1. Arti Sumber Hukum. Yang dimaksud dengan sumber hukum perdata adalah asal mula hukum perdata, atau tempat dimana hukum perdata ditemukan . Asal mula menunjukank kepada sejarah asal dan pembentukanya. Sedangan tempat menunjukan kepada rumusan dimuat dan dapat dibaca .
2. Sumber dalam arti formal. Sumber dalam arti sejarah asal nya hukum perdata adalah hukum perdata buatan pemerintah kolonia Belanda yang terhimpun dalam B.W ( KUHPdt ) . Berdasarkan aturan peralihan UUD 1945 B. W ( KUHPdt ) dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan undang – undang baru berdasarkan UUD 1945. Sumber dalam arti pembentukannya adalah pembentukan undang – undang berdasarkan UUD 1945. UUD 1945 ditetapkan oleh rakyat Indonesia yang didalamnya termasuk juga aturan peralihan.Atas dasar aturan peralihan B.W ( KUHPdt ) dinyatakan tetap berlaku. Ini berarti pembentukan UUD Indonesia ikut dinyatakan berlakunya B. W ( KUHPdt ). Sumber dalam arti asal mula disebut sumber hukum dalam arti formal.
3. Sumber dalam Arti Material. Sumber dalam arti “tempat” adalah Lembaran Negara atau dahulu dikenal dengan istilah Staatsblad, dimana dirumuskan ketentuan Undang-Undang hukum perdata dapat dibaca oleh umum. Misalnya Stb.1847-23 memuat B.W/KUHPdt. Selain itu juga termasuk sumber dalam arti tempat dimana hukum perdata pembentukan Hakim . Misalnya yurisprudensi MA mengenai warisan, badan hukum, hak atas tanah. Sumber dalam arti tempat disebut sumber dalam arti material. Sumber Hukum perdata dalam arti material umumnya masih bekas peninggalan zaman kolonia, terutama yang terdapat di dalam Staatsblad. Sedang yang lain sebagian besar berupa yurisprudensi MA-RI & sebagian kecil saja dalam Lembaran Negara RI.
KODIFIKASI DAN SISTEMATIKA
1. Himpunan Undang-Undang & Kodifikasi. Bidang hukum tertentu dapat dibuat & dihimpun dalam bentuk Undang-Undang biasa dan dapat pula dalam bentuk kodifikasi. Bidang hukum tertentu bidang misalkan, hukum perdata, pidana, dagang, acara perdata, acara pidana, tata negara. Apabila dibuat dan dihimpun dalam bentuk Undang-Undang biasa, maka Undang-Undang yang telah diundangkan dalam lembaran negara masih memerlukan peraturan pelaksanaan yang terpisah dalam bentuk tertentu, mis. PP, PerPres. Dengan demikian Undang-Undang yang dibuat belum dapat dilaksanakan tanpa dibuat peraturan pelaksananya. Undang-Undang & peraturan pelaksanaannya dapat dihimpun dalam satu bundle peraturan perundang-undangan. Himpunan ini disebut “himpunan peraturan-perundangan” mis. himpunan peraturan agraria, himpunan peraturan perkawinan, himpunan peraturan. Apabila Undang-Undang dibuat dalam bentuk kodifikasi, maka unsur-unsur yang perlu dipenuhi adalah :
 meliputi bidang hukum tertentu
 tersusun secara sistematis
 memuat materi yang lengkap
 penerapannya memberikan penyelesaian tuntas
Bidang hukum tertentu yang bisa dikodifikasikan & sudah pernah terbentuk misalnya bidang hukum perdata dagang, hukum pidana, hukum acara perdata dan acara pidana . Materi bidang hukum yang dikodifikasikan tersusun secara sistematis artinya disusun secara berurutan, tidak tumpang tindih dari bentuk dan pengertian umum kepada bentuk & pengertian khusus. Tidak ada pertentangan materi antara pasal sebelumnya dan pasal berikutnya. Memuat materi yang lengkap , artinya bidang hukum termuat semuanya. Memberikan penyelesaian tuntas , artinya tidak lagi memerlukan peratuaran pelaksana semua ketentuan langsung dapat diterapakan dan diikuti. Kodifikasi berasal dari kata COPE [Perancis] artinya kitab Undang-Undang. Kodifikasi artinya penghimpunan ketentuan bidang hukum tertentu dalam kitab Undang-Undang yang tersusun secara sistematis, lengkap dan tuntas. Contoh kodifikasi ialah Burgelijk Wetboek, Wetboek van Koophandel,Failissement Verordening, Wetboek van Strafecht.
2. Sistematika Kodifikasi. Sistematika artinya susunan yang teratur secara sistematis. Sistematika kodifikasi artinya susunan yang diatur dari suatu kodifikasi. Sistematika meliputi bentuk dan isi kodifikasi. Sistematika kodifikasi hukum perdata meliputi bentuk dan isi. Sistematika bentuk Kitab Undang-Undang Hukum Perdata meliputi urutan bentuk bagian terbesar sampai pada bentuk bagian terkecil yaitu :
 kitab undang – undang tersusun atas buku – buku
 tiap buku tersusun atas bab – bab
 tiap bab tersusun atas bagian – bagian
 tiap bagian tersusun atas pasal – pasal
 tiap pasal tersusun atas ayat – ayat
Sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Perdata meliputi kelompok materi berdasarkan sitematika fungsi. Sistematika fungsional ada 2 macam yaitu menurut pembentuk Undang-Undang & menurut ilmu pengetahuan hukum. Sistematika isi menurut pembentukan B.W miliputi 4 kelompok materi sebagai berikut :
I. kelompok materi mengenai orang
II. kelompok materi mengenai benda
III. kelompok nateri mengenai perikatan
IV. kelompok materi mengenai pembuktian
Sedangkan sistematika menurut ilmu pengetahuan hukum ada 4 yaitu :
I. kelompok materi mengenai orang
II. kelompok materi mengenai keluarga
III. kelompok materi mengenai harta kekayaan
IV. kelompok materi mengenai pewarisan
Apabila sistematika bentuk dan isi digabung maka ditemukan bahwa KUHPdt. Terdiri dari :
I. Buku I mengenai Orang
II. Buku II mengenai Benda
III. Buku II mengenai Perikatan
IV. Buku IV mengenai Pembuktian
SISTEMATIKA KUHPdt.
Mengenai sistematika isi ada perbedaan antara sistematika KUHPdt. Berdasarkan pembentuk Undang-Undang dan sistematika KUHPdt. Berdasarkan ilmu pengetahuan hukum. Perbedaan terjadi, karena latar belakang penyusunannya. Penyusunan KUHPdt. didasarkan pada sistem individualisme sebagai pengaruh revolusi Perancis. Hak milik adalah hak sentral, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Hak dan kebebasan setiap individu harus dijamin. Sedangkan sisitematika berdasarkan ilmu pengetahuan hukum didasarkan pada perkembangan siklus kehidupan manusia yang selalu melalui proses lahir-dewasa-kawin–cari harta/nafkah hidup–mati (terjadi pewarisan ). Dengan demikian perbedaan sistematika tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
I. Buku I KUHPdt. memuat ketentuan mengenai manusia pribadi dan keluarga (perkawinan) sedangkan ilmu pengetahuan hukum memuat ketetuan mengenai pribadi dan badan hukum, keduanya sebagai pendukung hak dan kewajiban.
II. Buku II KUHPdt. memuat ketentuan mengenai benda dan waris. Sedangkan ilmu pengetahuan hukum mengenai keluarga (perkawinan dan segala akibatnya).
III. Buku III KUHPdt. memuat ketentuan mengenai perikatan. Sedangkan ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan mengenai harta kekayaan yang meliputi benda dan perikatan.
IV. Buku IV KUHPdt. memuat ketentuan mengenai bukti dan daluwarsa. Sedangkan ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan mengenai pewarisan, sedangkan bukti dan daluarsa termasuk materi hukum perdata formal (hukum acara perdata).
BERLAKUNYA HUKUM PERDATA
Berlaku artinya diterima untuk dilaksanakan. Berlakunya hukum perdata artinya diterimanya hukum perdata untuk dilaksanakan . Adapun dasar berlakunya hukum perdata adalah ketentuan undang – undang , perjanjian yang dibuat oleh pihak, dan keputusan hakim. Realisasi keberlakuan adalah pelaksanaan kewajiban hukum yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang ditetapkan oleh hukum. Kewajiban selalu diimbangi dengan hak.
1. Ketentuan Undang-Undang. Berlakunya hukum perdata karena ketentuan Undang-Undang artinya Undang-Undang menetapkan kewajiban agar hukum dilaksanakan. Undang-Undang mengikat semua orang atau setiap orang wajib mematuhi Undang-Undang, yang jika tidak patuhi akan disebut sebagai pelanggaran. Berlakunya hukum perdata ada bersifat memaksa dan bersifat sukarela. Bersifat memaksa artinya kewajiban hukum harus dilaksanakan baik dengan berbuat atau tidak berbuat. Pelaksanan kewajiban hukum dengan berbuat misalnya :
a. Dalam perkawinan, kewajiban untuk memenuhi syarat & prosedur kawin supaya memperoleh hak kehidupan suami isteri;
b. Dalam mendirikan yayasan kewajiabn memenuhi syarat akta Notaris, supaya memperoleh hak status hukum;
c. Dalam perbuatan melanggar hukum kewajiban membayar kerugian kepada yang dirugikan.
d. Dalam jual beli kewajiban pembeli membayar harga barang supaya memperoleh hak atas barang yang dibeli
Pelaksanaan kewajiban hukum untuk tidak berbuat misalnya :
a. Dalam perkawinan, kewajiban tidak mengawini lebih dari seorang wanita dalam waktu yang sama supaya memperoleh predikat monogami.
b. Dalam ikatan perkawinan, kewajiban tidak bersetubuh dengan wanita/pria yang bukan istri/suami sendiri, supaya memperoleh hak atas status suami atau isteri yang baik, jujur, tidak menyeleweng
c. Dalam karya cipta, kewajiban untuk tidak membajak hak cipta milik orang lain , sehingga berhak untuk bebas dari penututan.
Sukarela berarti terserah pada kehendak yang bersangkutan apakah bersedia melaksanakan kewajiban tersebut atau tidak [tidak ada paksaan], kewajiaban tersebut menyangkut kepentingan sendiri. Dalam pelaksanaan kewajiban sukarela saksi hukum tidak berperan. Adapun kewajiban hukum karena adanya hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut ditetapakan oleh undang – undang . Jadi Undang-Undang menciptakan hubungan hukum antara para pihak. Hubungan mengandung kewajiban dan hak yang bertimbal balik antara pihak pihak. Hubungan hukum dapat tercipta karena adanya peristiwa hukum karena :
a. kejadian misalnya kelahiran, kematian;
b. perbuatan misalnya jual beli, sewa menyewa
c. keadaan misalnya letak rumah, batas antara dua pihak
Dalam Undang-Undang ditentukan bila terjadi kelahiran, maka timbul hubungan hukum antara orang tua dan anak yaitu hubungan timbal balik adanya hak dan kewajiban
2. Perjanjian antar para pihak. Hukum perdata juga berlaku karena ditentukan oleh perjanjian. Artinya perjanjian yang dibuat oleh para pihak menetapkan diterimanya kewajiban hukum untuk dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian mengikat pihak yang membuatnya. Perjanjian harus sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikat baik (pasal 1338 KUHPdt). Perjanjian menciptakan hubungan hukum antara pihak–pihak yang membuatnya. Hubungan hukum mengandung kewajiban dan hak yang bertimbal balik antara para pihak. Hubungan hukum terjadi karena peristiwa hukum yang berupa perbuatan perjanjian misalnya, Jual beli, sewa menyewa, hutang piutang. Ada 2 macam perjanjian yaitu :
1. Perjajian harta kekayaan yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban dan hak yang bertimbal balik mengenai harta kekayaan. Ada 2 jenis :
 perjanjian yang bersifat obligator artinya baru dalam taraf melahirkan kewajiban dan hak;
 perjanjian yang bersifat zakelijk ( kebendaan ) artinya dalam taraf memindahkan hak sebagai realisasi perjajian obligator.
2. Perjanjian perkawinan yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban dan hak suami isteri secara bertimbal balik dalam hubungan perkawinan. Perjanjian terletak dalam bidang moral dan kesusilaan.
Supaya penerimaan kewajiban dan hak yang bertimbal balik lebih mantap maka pada perjanjian tertentu pembuatannya dilakukan secara tertulis di depan Notaris.
3. Keputusan Hakim. Hukum perdata berlaku karena ditetapkan oleh hakim melalui putusan. Hal ini dapat terjadi karena ada perbedaan dalam hukum perdata. Untuk menyelesaikannya dan menetapkan siapa sebenarnya berkewajiban dan berhak menuntut hukum perdata, maka hakim karena jabatanya memutuskan sengketa tersebut. Putusan hakim bersifat memaksa artinya jika ada pihak yang tidak mematuhinya, hakim dapat memerintahkan pihak yang bersangkutan supaya mematuhi dengan kesadaran sendiri. Jika masih tidak mematuhinya hakim dapat melaksanakan putusannya dengan paksa, bila perlu dengan bantuan alat negara.
4. Akibat Berlakunya Hukum Perdata. Sebagai akibat berlakunya hukum perdata, yaitu adanya pelaksanaan pemenuhan [prestasi] dan realisasi kewajiban hukum perdata. Ada 3 kemungkinan hasilnya yaitu [1] tercapainya tujuan apabila kedua belah pihak memenuhi kewajiban dan hak timbal balik secara penuh [2] tidak tercapai tujuan, apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban [3] terjadi keadaan yang bukan tujuan yaitu kerugian akibat perbuatan melanggar hukum. Apabila kedua belah pihak tidak memenuhi kewajiban hukum yang telah ditetapkan dalam perjanjian tidak akan menimbulkan kewajiban. Sebab kewajiban hukum pada hakekatnya baru dalam taraf diterima untuk dilaksanakan. Jadi belum dilaksanakan kedua belah pihak . Tetapi apabila salah satu pihak telah melaksanakan kewajiban hukum sedang pihak lainnya belum/tidak melaksanakan kewajiban hukum barulah ada masalah wanprestasi yang mengakibatkan tujuan tidak tercapai, sehingga menimbulkan sanksi hukum.
Disusun oleh : RGS & Mitra
Sumber : http://advokat-rgsmitra.com/
2. dasar berlakunya hukum perdata di Indonesia
yang menjadi dasar berlakunya BW di Indonesia adalah pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 , yang berbunyi :
“segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakannya aturan yang baru menurut undang-undang dasar ini.”
3. pengertian hukum perdata
• Hukum perdata (burgerlijkrecht) adalah rangkaian peraturan-peraturan hokum yang mengatur hubungan hokum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan
• Hukum perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.
• Hukum perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.

Putus Mata Rantai Kemiskinan, Kemendiknas Perbanyak Beasiswa

Surabaya - Pendidikan merupakan cara jitu memutus mata rantai kemiskinan. Berdasarkan keyakinan itu, Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) terus meningkatkan bantuan dana pendidikan bidik misi, sebuah bantuan dana pendidikan yang diperuntukkan bagi mahasiswa kurang mampu.

Tidak hanya dari segi jumlah dana, peningkatan bantuan juga dilakukan terhadap jumlah mahasiswa yang menerimanya.

"Tahun 2010 ada 20 ribu mahasiswa yang menerima bantuan. Pada tahun 2011, ada 20% dari jumlah total mahasiswa yang menerima atau sekitar 50 ribu mahasiswa," kata Mendiknas, M. Nuh, saat mengunjungi rumah kos Reza Hendra Pudji Prasetyo (18), penerima bantuan pendidikan Bidik Misi di Jalan Bogorami I/23 B, Sabtu (5/2/2011).

Jumlah bantuan pun, kata Nuh, juga meningkat. Pada tahun 2010, mahasiswa
penerima bantuan menerima uang saku sebesar Rp 500 ribu per bulan. Pada tahun
2011, jumlah itu naik menjadi Rp 600 ribu per bulan. Untuk uang kuliah,
mahasiswa tak perlu memikirkannya karena gratis.

Jawa Timur termasuk provinsi yang mahasiswanya paling banyak menerima bantuan. Pasalnya banyak perguruan tinggi (PT) bertempat di Jawa Timur. PT dan jumlah mahasiswa di Jatim yang menerima bantuan Bidik Misi adalah, Unair 500 mahasiswa, ITS 450 mahasiswa, Unesa 450 mahasiswa, Politeknik Elektro Negeri Surabaya (PENS) ITS 100 mahasiswa, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) 50 mahasiswa, nstitut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya 50 mahasiswa, Universitas Trunojoyo 250 mahasiswa, Universitas Brawijaya 500 mahasiswa, Universitas Negeri Malang (UM) 400 mahasiswa, Politeknik UM 50 mahasiswa, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang 50 mahasiswa, Universitas Jember (Unej) 300 mahasiswa dan Politeknik Unej 50 mahasiswa.

"Bantuan pendidikan ini rekrutmennya kami serahkan ke PT dengan kriteria dasar dari keluarga tak mampu dan prestasi akademik memenuhi syarat (relatif)," tambah Nuh.

Nuh menegaskan bahwa kedatangannya ke tempat tinggal penerima bantuan bukannya tanpa maksud apa-apa. Kedatangannya bertujuan untuk, pertama, menverifikasi benar tidak bantuan pendidikan itu disalurkan. "Kami juga mengundang para wartawan untuk membuktikan itu," lanjut Nuh.

Kedua, terang Nuh, kedatangannya bermaksud untuk memberi motivasi kepada
penerima bantuan agar terus berusaha lebih giat. Dan yang ketiga, memberi pesan agar tidak lupa dan tetap berbakti kepada orang tua, beribadah, bekerja dan belajar lebih giat.

"5 - 6 tahun ke depan mereka sudah lulus. Dengan ilmu dan pendidikan yang mereka punyai mereka bisa memotong mata rantai kemiskinan," tandas Nuh.
Sumber : detik.com